Posted in Bahasa

hujan di luar musim

hari ini jogja hujan. saya teringat percakapan dengan bapak saya beberapa tahun yang lalu.

saat itu, kami sama-sama sedang sibuk. bapak saya harus menyelesaikan pekerjaan. dia duduk di depan komputer, menghidupkannya, menunggu sambil menatap monitor, sejak tadi wanti-wanti agar jangan diganggu. sedangkan saya, mondar-mandir, nyiapin ini itu, jam segini harus sampe sini, jam segitu sampe situ, dst.

tiba-tiba hujan deras. mati lampu pula. lengkap sudah. sepeda yang tadinya sudah saya tuntun ke gerbang, saya kembalikan ke garasi.

batal semua rencana hari itu. dengan langkah gontai saya mendekati bapak saya yang sedang tidur-tiduran di kasur, di samping komputer. ekspresi wajahnya pasrah, melihat langit-langit. saya menghembuskan nafas panjang sambil memejamkan mata.

nadya (n): katanya mau nyelesaiin pekerjaan?
babe (b): mati lampu.
n: dasar manusia modern.
b: *diam*
n: ketergantungan teknologi.

*hening sejenak*

b: katanya mau pergi?
n: hujan.
b: dasar manusia tradisional.
n: *diam*
b: ketergantungan cuaca.

telak.

nb: dalam keluarga, memang saya dikenal sebagai si primitif (bukan cuma tradisional).

😛

kayaknya mendingan ketergantungan teknologi gitu, terkesan keren, daripada ketergantungan cuaca n penyembuhan alami (tosss nutri)

Author:

on-going tensions between ready-made values and uncharted territory

8 thoughts on “hujan di luar musim

  1. duh….jadi kangen jogja. ya, sekarang sudah kembali memasuki musim hujan. dingin. bau tanah basah di kala siang. aku jadi ingat seharian di kos gak keluar kemanapun. bahkan ke toilet-pun (he..he..berjuang agar tidak terkena air) bela-belain pake kaus kaki loreng-loreng saking dinginnya. aku dulu di UIN jogja, dan nge’kos di Sapen.

    Nadya, salam hangat dariku

Leave a reply to nadya Cancel reply